Adab Dzikir kepada Allah
Dzikir berarti mengingat Allah SWT dan melibatkan hati serta lisan dalam mengungkapkan pujian dan syukur kepada-Nya. Ini dapat berupa ucapan lafal-lafal seperti tahlil (Laa ilaaha illallah), tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah), takbir (AllahuAkbar) atau bahkan dalam bentuk lebih umum seperti mengingat kebesaran Allah dalam hati.
Berdzikir Dilakukan dengan Suara Pelan
Hal ini merujuk pada firman Allah dalam Q.S. al-A`raf [7] ayat 205. Allah berfirman:
وَ اذْكُرْ رَّبَّكَ فِيْ نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَّخِيْفَةً وَّدُوْنَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْاٰصَالِ وَلَا تَكُنْ مِّنَ الْغٰفِلِيْنَ
“Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah.”
Dalam ayat ini, penghambaan kepada Allah memerlukan sikap rendah hati dan ketenangan saat berdzikir, yang harus dilakukan dengan suara yang tidak keras.
Dzikir Dilakukan secara Individu
Praktik dzikir yang dianjurkan dilakukan secara pelan dan sendiri-sendiri, menurut Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. Ini mengikuti tuntunan Nabi Muhammad saw dan para ulama terdahulu. Dengan melakukan dzikir secara individual, seseorang dapat tetap fokus dan fokus dalam mengingat Allah tanpa terganggu oleh suara orang lain.
Adab dalam berdzikir tidak hanya berkaitan dengan pengucapan kata-kata semata; itu juga berkaitan dengan cara dan sikap hati seseorang. Berdzikir secara individu atau dengan suara pelan, tanpa meninggikan suara, adalah cara yang lebih dekat dengan ajaran Nabi Muhammad dan para ulama terdahulu, sehingga berdzikir dapat membawa ketenangan dan kedekatan dengan Allah.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!